2015-02-11

Perjuangkan Kusta di Reteh “Ketika Dedikasi Sang Dokter Diuji”

Lima tahun bukanlah waktu yang singkat untuk mengubah pola dan cara berpikir masyarakat. Setidaknya, itulah yang saya alami kurang lebih dalam jangka waktu tersebut. Puskesmas Pulau Kijang di Kecamatan Reteh, Kabupaten Indragiri Hilir ini menjadi tempat saya mengabdikan diri. Menjalani hari demi hari dengan keterbatasan, melawan mitos masyarakat yang mendarah daging, dan berjuang demi masyarakat yang sadar akan kesehatan.

Bagi anda yang ingin berkunjung ke wilayah ini, tentu bukanlah sesuatu yang mudah. Untuk menjangkau Puskesmas Pulau Kijang, anda harus menggunakan kapal boat yang biasa disebut pancung. Bentuknya sangat mini, sehingga anda harus ketar-ketir ketika mengarungi ombak di lautan. Tidak dalam hitungan menit, dari Tembilahan anda harus menghabiskan waktu sekitar tiga jam untuk bisa sampai. Bayangkan jika ada warga di wilayah kami yang membutuhkan rujukan, tentu mereka harus bertarung dengan alam sebelum sampai ke rumah sakit tujuan.

Menjadi kepala Puskesmas di Pulau Sekijang tentu bukanlah hal yang mudah bagi saya. Begitu banyak tatangan ketika harus bersiap melayani warga yang berkisar 43 ribu orang yang berada di wilayah ini. Terlebih dengan kondisi geografis yang menjadi masalah utama. Tindakan prefentif menjadi hal yang utama saya galakkan demi menjaga warga dari penyakit.

Bayangkan, jika pasien di sini harus di rujuk, maka mereka harus siap mengeluarkan biaya Rp.1.500.000 untuk biaya transportasi menggunakan Pancung. Belum lagi jika kondisi alam lautan yang tidak bersahabat, maka akan semakin membuat kondisi pasien semakin parah. Terkadang, jika mempertimbangkan hal itu, keluarga pasien memilih untuk tidak merujuk keluarganya yang sakit tersebut. Dan akhirnya berujung pada kematian yang tidak diinginkan.

Kusta, perjuangan mengubah pola pikir
Mengubah pola pikir, bukanlah semudah membalikkan telapak tangan. Pertama datang ke wilayah ini, saya sedikit banyak mendalami pola hidup masyarakat. Ternyata terdapat  beberapa yang mengalami penyakit Kusta. Mereka beranggapan bahwa Kusta adalah aib yang memalukan. Sehingga akan sekuat tenaga menutupi agar tidak ada yang tahu bahwa mereka atau keluarganya ada yang menderita penyakit ini.

Penyakit kusta adalah penyakit menular yang menahun dan di sebabkan oleh kuman kusta (mycrobacterium leprae) yang menyerang kulit saraf tepi dan jaringan tubuh lainnya. Warga di sini menganggap bahwa Kusta merupakan sebuah kutukan, guna-guna, dosa makanan ataupun keturunan. Aggapan yang salah ini lah yang menyebabkan masyarakat terlambat datang berobat sehingga terjadi kecacatan.

Jika ada tenaga kesehatan yang mengetahui bahwa ada warga yang menderita kusta, maka mereka harus bersiap bertaruh nyawa. Pasalnya terkadang ada keluarga pasien mengancam akan membunuh, agar berita penyakit keluarga mereka tidak diketahui orang lain. Sementara jika mereka dibiarkan, maka bisa menularkan kepada warga lainnya. Begitulah kondisi yang kami hadapi di sini, berat bukan?

Keadaan ini semakin membuat saya tertantang untuk bisa mengubah cara pandang mereka. Pertama yang saya lakukan adalah memberikan pemahaman bahwa Kusta dapat diobati, dengan pengobatan sedini mungkin. Awalnya masih sulit, namun dengan ketekunan dan sikap pantang menyerah dari berbagai stakeholder, mereka akhirnya mau berobat. Setelah pelan-pelan mereka mengikuti petunjuk petugas kesehatan, akhirnya kami membentuk kelompok kusta yang bernama Kelompok Perawatan Diri (KPD). Pasien Kusta yang berjumlah sekitar 15 orang bergabung disini untuk bisa sembuh secara bertahap. Kelompok ini dibuat dengan tujuan agar lebih mudah dalam melakukan pemantauan sebagai  upaya rehabilitasi.

Semangat mereka pun patut diacungi jempol. Meski dengan kondisi wilayah yang tidak mendukung, anggota kelompok ini giat melakukan pertemuan rutin setiap minggu. Mereka mengikuti kegiatan-kegiatan untuk penyembuhan. Misalnya saja merendam bagian tubuh yang terkena kusta selama setengah jam, atau memberikan obat untuk penyembuhan. Hasilnya perkembangan kesehatan mereka semakin membaik dari waktu ke waktu.

Beruntung di sini kami mendapat banyak dukungan dari berbagai pihak seperti pihak kelurahan, kecamatan, Polisi Sektor, dan masyarakat. Hubungan yang harmonis ini semakin memudahkan kami dalam memberikan informasi-informasi kesehatan kepada masyarakat. Sehingga upaya preventif yang di lakukan akan semakin mudah kami jalankan.

Kegiatan lain yang berhasil kami jalankan adalah menanam Tanaman Obat Keluarga (Toga). Terkadang saya meracik sendiri ramuan herbal dari bahan-bahan Toga tersebut. Awalnya kami hanya menanam di kawasan puskesmas saja, namun kini sudah mulai digalakkan ke rumah-rumah warga.

Kabar gembira lainnya adalah adanya ruang rawat inap yang mulai beroprasi sejak Mei 2014 lalu. Tentunya dengan peralatan yang cukup memadai untuk memberikan pertolongan pertama kepada masyarakat. Dengan fasilitas yang tersedia, petugas medis akan selalu memberikan pelayanan sesuai dengan tugas dan fungsinya. Masyarakat yang ingin berobat bisa langsung datang ke puskesmas secara otomatis langsung mendapat pelayanan.

Kini Reteh tak takut Kusta. Warga pun kian sadar untuk menjalankan upaya-upaya preventif agar terhindar dari penyakit. Sehingga meskipun dengan keterbatasan dan kondisi alam yang tidak mendukung, kami bisa tetap sehat, demi masa depan Reteh saat ini dan yang akan datang.  ***

Copyright © 2013 Cerita Masa Kini: Perjuangkan Kusta di Reteh “Ketika Dedikasi Sang Dokter Diuji” | www.bookie7.co